FOTO MASTER

FOTO MASTER

Rabu, 08 Oktober 2008

Agama dan Budaya

AGAMA DAN BUDAYA LOKAL

Budaya dan manusia adalah sebuah Kehendak sang Khaliq. Manusia dilingkupi oleh budaya dimana dia dilahirkan, dibesarkan dan bergaul hingga mati. Kita dibungkus oleh budaya dimana kita hidup. Keanekaragaman budaya berjalan searah dengan lahirnya manusia berdasarkan suku, ras dan bahasanya. Bahkan sebelu lahirpun kita telah dipoles dengan tangan budaya orang tua kita. Kita hadir ke dunia ini pastilah berbarengan dengan identitas kita sebagai suku bangsa dan tumpah darah kita. Identitas tersebut menembus jauh batas-batas administrasi kependudukan dan kewarganegaraan.
Lantas bagaimana dengan agama ? Sejak kapan agama hadir dalam diri kita ?. Agama hadir bersamaan dengan pendidikan yang kita peroleh dari orang tua dan lingkungan. Kedua orang tua kita yang telah berperan aktif dalam beragama X atau Y bahkan tidak mengenal “agama” sekalipun. Tapi apakah orang yang tidak ber”agama” itu tidak berbudaya ? tentu jawabannya pasti tidak !.
Budaya lokal yang telah tertanam didalam perut ibu pertiwi ini sering kali dipersalahkan oleh sementara orang yang mengaku beragama. Mereka mulai mengotak-atik keberadaan budaya lokal yang oleh pendahulu mereka dan penyebar agama mereka sempat dilestarikan untuk kepentingan dakwah dan missinya. Mereka yang justru datang belakangan hanya bisa menghakimi budaya lokal yang telah berkembang di tengah-tengah masyarakat. Dan lebih fatalnya mereka datang untuk menghancurkan budaya lokal yang ada. Mereka berdalih bahwa yang dilakukan orang dengan budaya aslinya itu bertentangan dengan ajaran agama ?. Benarkah demikian ?
Namun pada perkembangannya mereka yang mengaku beragama itu tidak dapat membuktikan bahwa dirinya lebih baik dibanding dengan mereka yang berbudaya lokal. Sungguh sangat ironis ketika citra dan keluhuran agama yang dihadirkan dikotori oleh nafsu untuk menghancurkan. Mereka tidak bisa memberi suri tauladan dan alternatif yang lebih baik sebagaimana ajaran agama yang disandangnya. Justru diantara mereka malah mengotori ajaran agamanya dengan tindakan-tindakan anarkis. Lantas bagaimana bisa agama ini diterima dengan baik oleh orang-orang lokal kalau dihadirkan dalam bentuk yang menakutkan ?.
Orang-orang yang menolak wayangan, bersih desa, nyekar, jamasan, kirab pusaka, macapatan dan sebagainya itu berdalih bahwa hal itu tidak dicontohkan dalam ajaran mereka. Bahkan mereka beranggapan bahwa semua budaya lokal itu syirik dan wajib dihancurkan tanpa mengetahui dengan pasti apa yang dilakukan orang dengan budaya lokal itu. Meraka beranggapan bahwa yang tidak ada contohnya dalam ajaran agama mereka adalah salah. Mereka tidak menyadari bahwa agama mereka bukan agama penduduk asli tanah ini.
Meraka lupa bahwa agama meraka telah bertautan dengan mesra dengan budaya dan tradisi di daerah asalnya.
Hadirnya agama-agama ke Nusantara ini tak lepas dari pengaruh dan besutan para pembawanya (Wali Songo atau Missionaris terdahulu). Wali Songo membawa Islam ke tanah ini dengan melakukan kompromi-kompromi sosial dengan budaya yang telah ada sebelumnya (Hindu dan Budha). Wali Songo tidak menghilangkan tradisi yang ada sebelumnya, namun hanya memodifikasi agar tidak bertentangan dengan aqidah dan Islam akhirnya bisa diterima dengan manis oleh masyarakat.
Islam masuk ke Indonesia melalui pintu-pintu budaya yang lain dengan daerah asalnya seperti Samarakhan, Gujarat, Persia, India dan Cina. Bahkan yang konon langsung dari sumber kelahirannya (Mekkah dan Madinah) masih belum terlepas dari pengaruh budaya-budaya Arab. Sehingga bagi kita yang tidak mengetahui, sangatlah tipis perbedaan antara ajaran agama dengan budaya lokal yang dilalui itu. Pada akhirnya timbullah pemahaman yang rancu antara ajaran agama dan budaya.
Begitu halnya dengan Kristen yang masuk ke Nusantara ini tidak dibawa oleh Missionaris dari Timur Tengah (Yerusalem) melainkan oleh bangsa Eropa. Bangsa Eropa pun yang membawa Kristen ke tanah ini sebelumnya telah banyak bergumul dengan budaya – budaya Eropa seperti Romawi dan Yunani. Peran adat dan tradisi asli bangsa Yunani dan Romawi ini sangat kental dalam mewarnai Kristen yang ada di Indonesia.
Dengan demikian ke dua agama ini (Islam dan Kristen) telah mengalami pergumulan dengan budaya lokal sebelum masuk ke Indonesia. Pola Ke-Kristen-an yang ada di Indonesia lebih kental Eropanya. Islam dengan aroma Arab-nya dan Kristen dengan aroma Eropa. Bagaimana dengan Hindu dan Budha ? Peran budaya sebelum Hindu dan Budha ini adakah yang mewarnai kedua agama ini ?. Adanya Istilah Budha Jawa (misalnya : Kasogatan) jelas telah mewarnai agama ini.
Namun disamping itu semua tentu kita harus mengetahui dengan jelas mana yang merupakan warisan budaya lokal dan mana yang merupakan warisan ajaran agama terdahulu. Dengan demikian kita akan bisa selektif dalam berbudaya lokal. Bagi seseorang yang telah menganut ajaran agama tentunya merupakan sebuah kewajiban menjaga kemurnian ajaran agama dari hal-hal yang dapat merusak aqidah. Dengan memperoleh pengetahuan yang seimbang tentunya kita akan dapat membedakan mana ajaran agama yang harus dijaga kemurniannya dan mana ajaran agama yang bisa dipertautkan secara sosial dengan budaya lokal.
Agama yang baru hadir bertautan atau bertabrakan dengan budaya lokal dan bisa juga dengan ajaran agama yang telah hadir sebelumnya. Bagaimana kita memilah antara ajaran agama dan budaya atau mempertautkan diantaranya ?. Dengan latar belakang diatas, kami Forum Komunikasi Lintas Kultural (FKLK) berekerjasama dengan SOBAT menyelenggarakan sebuah sarasehan PerSOBATan Lintas Kultural dengan mengangkat sebuah Tema Sosial : “Kehadiran Agama dan Persinggungannya dengan Budaya Lokal”.

Tidak ada komentar: