FOTO MASTER

FOTO MASTER

Rabu, 16 Desember 2009

Kyai Slamet

KYAI "kerbau" SLAMET yang dikirab (sekarang) SEBENARNYA dulu di"suruh" mencari tempat baru untuk boyongan Keraton Kartasura Hadiningrat ke Surakarta Hadiningrat (Solo). Ini adalah itba' Al Qoswah (unta) Nabi Muhammad SAW yang waktu hijrah ke Madinah "disuruh" mencari tempat tinggal Nabi SAW pada saat pertama memasuki (Hijrah) ke Madinah. Akhirnya ketemulah rumah Ayub Al Anshari.
Jadi... dimana letak syiriknya ?..........!!!!

Setiap tanggal 1 Muharam atau 1 Sura, masyarakat memperingatinya dengan berbagai cara. Ada yang tirakatan, membaca tahlil, dan sebagainya. Khusus di Keraton Solo, peringatan itu ditandai dengan kirab. Berikut laporannya.
SETIAP kali KGPAA Mangkunagoro melangkah, ada kerumunan massa di belakangnya. Hanya dalam hitungan langkah kaki dari sisi utara hingga sisi selatan Pendhapa Ageng Pura Mangkunegaran bunga yang sengaja disebar untuk mengiringi langkah kaki penguasa Pura itu pun lenyap tak berbekas.
Sepenggal peristiwa tersebut terjadi bersamaan dengan akan dimulai Kirab Pusaka Malam 1 Sura di Pura Mangkunegaran, Senin malam lalu. Ketika KGPAA Mangkunagoro IX bersiap melepas kirab pusaka dengan berjalan dari Pringgitan menuju teras Pendhapa Ageng, ratusan warga yang berkumpul di Pendhapa Ageng saling berebut bunga yang disebarkan.
Demikianlah, selalu saja muncul peristiwa yang seakan-akan hendak menembus batas logika berpikir setiap kali peringatan malam 1 Sura digelar di Pura Mangkunegaran. Menariknya, berebut bunga atau udhik-udhik itu hanyalah salah satu di antaranya. Di luar itu masih ada peristiwa lain yang tak berbeda jauh.
Misalnya saat usai kirab pusaka. Sebuah pemandangan menarik kembali terjadi, ketika rute kirab itu kemudian disusuri kembali oleh puluhan warga, baik dalam bentuk kelompok maupun individu. Dengan berjalan kaki, mereka berlaku diam saat menyusuri rute kirab mengelilingi beteng Pura.
Bagi masyarakat awam, peristiwa itu barangkali dipandang sebagai sebuah keanehan yang sulit dipahami. Namun bagi yang masih meyakini tentu tidak demikian. Mungkin bunga atau rute kirab itu memiliki seribu makna yang melengkapi laku bagi yang masih memercayai.
Kotoran Kerbau
Tak hanya di Pura Mangkunegaran, di Keraton Surakarta pun muncul peristiwa serupa saat kirab pusaka digelar. Hanya medianya yang berbeda. Tidak hanya bunga dan berjalan kaki, di sana masih ada lagi sarana laku lain yang sering menjadi rebutan warga yang hadir.
Sebut saja janur yang dipasang di sebagian sudut Kamandungan. Saat kerbau Kiai Slamet belum keluar, janur itu telah habis menjadi rebutan ratusan warga yang memadati halaman keraton. Sebuah pemandangan yang lagi-lagi mungkin akan dipandang tak masuk akal, jika cuma dilihat dari sudut kebendaannya.
Peristiwa yang lebih terasa aneh lagi terjadi saat kerbau Kiai Slamet dikirab berkeliling ke sebagian wilayah Kota Solo.
Pada saat itu kadang-kadang ada sebagian warga yang berusaha memperoleh kotoran atau tletong kerbau milik keraton tersebut, kemudian dibungkus dan dibawa pulang.
Berbagai peristiwa ''aneh'' itu bagai tak pernah lekang oleh zaman. Selalu saja muncul tatkala malam 1 Sura datang di Keraton dan Pura. Seribu alasan pun terungkap. Ada yang menjawab untuk ngalap berkah, namun ada pula yang sekadar melakukan tradisi.
Lantas apa makna sebenarnya di balik kejadian-kejadian menarik tersebut? Jika menyangkut kepastian, entahlah. Namun yang jelas hingga sekarang kejadian yang mungkin dinilai tak logis itu mengiringi dan melengkapi kisah-kisah menarik pada malam tahun baru versi Jawa
Terlepas dari penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat dan oknum personal Keraton yang ingin "memanfaatkan" momentum Hijriyah ini, misalanya hanya sekedar mencari keuntungan wisata. Maka yang perlu diluruskan adalah pemahaman-pemahaman melenceng. Masyarakat perlu diberikan penyadaran agar "tahayyul" ini tidak dimanfaatkan oleh politisi Keraton yang hanya mengeruk keuntungan.

Sofyan Faisal Sifyan
Ketua
Lembaga Kajian Lintas Kultural

Tidak ada komentar: